Cerita Pengalaman Pribadi Rana – Hai guys! Kali ini aku mau cerita tentang perjalanan panjangku selama di MEC Surabaya. Tapi sebelum masuk ke kisah serunya, aku ingin kamu tahu dulu siapa aku, dari mana asalnya, dan apa yang membuatku jadi “aku” yang sekarang.
Awal Mula Cerita Perjuangan Rana

Di bawah langit senja berwarna jingga, aku pernah berdiri di tepi bukit kecil di kampung, memandangi hamparan sawah yang bergoyang lembut diterpa angin sore.
Ada aroma tanah basah, ada rasa tenang yang aneh. Saat itu aku sadar, hidup ini seperti lukisan yang belum selesai; setiap goresan adalah pengalaman, setiap warna adalah pelajaran.
Aku bukan orang yang punya semua jawaban, tapi aku percaya keberanian untuk melangkah meski dalam ketidakpastian adalah awal dari segala perubahan.
Dan dari situlah Cerita Perjuangan Rana dimulai. Bukan dengan kehebatan, tapi dengan niat sederhana untuk menemukan makna di setiap langkah yang aku jalani.
Sekilas Tentang Aku: Si Ceria yang Suka Menghibur

Namaku Rana Prana Efes, anak keempat dari enam bersaudara. Aku tumbuh di keluarga yang sederhana tapi penuh tawa.
Sejak kecil, aku punya hobi yang mungkin terdengar aneh buat sebagian orang aku suka banget menghibur orang lain. Entah lewat candaan, tingkah konyol, atau hal-hal kecil yang bisa bikin orang tersenyum.
Buatku, melihat orang lain bahagia adalah sumber energi tersendiri. Kadang aku rela jadi bahan bercandaan, asalkan suasana di sekitar jadi lebih hidup. Kalau ditanya kenapa aku suka ngelakuin itu, jawabanku simpel: “Ya suka aja!”
Selain itu, aku juga suka masak, nge-MC, dan ngajar. Bayangin aja berdiri di depan banyak orang, pegang mic, dan bikin suasana hidup.
Atau di dapur, nyanyi-nyanyi sambil masak resep baru yang aku temuin di YouTube. Tapi yang paling berkesan adalah saat aku bisa ngajar, karena rasanya luar biasa melihat wajah seseorang yang tiba-tiba paham sesuatu berkat penjelasanku.
Dulu aku sekolah di SD Negeri, lanjut SMP juga di sekolah negeri, sampai akhirnya aku mondok di Pondok Prestasi Riyadhul Jannah di Sidoarjo.
Hidup di pondok ngajarin aku banyak hal disiplin, mandiri, dan tangguh. Tapi jujur aja, kadang aku kangen juga sama kebebasan di luar. Hehe, dasar Rana!
Perjalanan Awal di MEC Surabaya

Hari pertama di Mandiri Entrepreneur Center (MEC) Surabaya) jadi salah satu hari paling mendebarkan dalam hidupku.
Aku masih ingat betul, koper besar di tangan, hati berdebar, dan kepala penuh tanda tanya. MEC bukan tempat biasa; ini lembaga pelatihan yang fokus membentuk generasi siap kerja dan mandiri.
Tempat ini terkenal disiplin, tapi juga penuh peluang.
Aku memutuskan masuk ke MEC bukan karena ikut-ikutan. Jauh sebelum daftar, aku sudah istikharah.
Aku pengen belajar hal baru, keluar dari zona nyaman, dan mulai membangun masa depan yang lebih pasti. Tapi ternyata… teori itu gampang, prakteknya susah banget.
Minggu Pertama: Campuran Gugup, Kagum, dan Takut
Minggu pertama di MEC Surabaya benar-benar seperti campuran antara gugup, kagum, dan takut.
Aku yang biasanya hidup di lingkungan kecil tiba-tiba harus beradaptasi dengan teman-teman dari berbagai daerah ada yang dari Jawa, Kalimantan, Sumatra, bahkan Lampung.
Mereka datang dengan logat yang berbeda, semangat yang tinggi, dan kemampuan yang bikin aku terkagum-kagum.
Awalnya aku merasa seperti ikan kecil yang tiba-tiba dilempar ke lautan luas. Semua terasa asing gedungnya luas, jadwalnya padat, dan sistemnya disiplin banget.
Bayangin aja, jam bangun sudah ditentukan, makan harus tepat waktu, bahkan cara berpakaian pun diatur rapi. Rasanya seperti dunia baru yang menantang sekaligus menegangkan.
Tapi ternyata, minggu pertama bukan hanya soal ketegangan. Itu juga jadi masa penuh kenangan yang nggak akan pernah aku lupakan masa MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik).
Masa MOPD: Perkenalan, Tawa, dan Awal Sebuah Keluarga Baru

Masa MOPD di MEC adalah masa di mana semua peserta baru diperkenalkan pada lingkungan, sistem, dan budaya belajar di sini.
Tapi jangan bayangin suasananya kaku atau menegangkan, karena ternyata… MOPD justru penuh games seru, tawa, dan kebersamaan yang luar biasa!
Sejak hari pertama, kami sudah dibagi ke dalam kelompok kecil.
Di sinilah aku mulai kenal beberapa teman yang akhirnya jadi bagian penting dari Cerita Perjuangan Rana, ada Winda yang cerewet tapi lucu, Fairus yang kalem tapi pintar banget, dan Alfi yang ambisius tapi berhati lembut.
Kegiatan MOPD dirancang supaya kami nggak cuma tahu aturan, tapi juga bisa langsung merasa “punya rumah baru”.
Pagi-pagi kami berkumpul di Aula, nyanyi lagu semangat, lalu main ice breaking games yang bikin tawa pecah di mana-mana. Ada lomba kekompakan, games tebak gaya, sampai simulasi kepemimpinan kecil-kecilan.
Kebersamaan yang Mulai Tumbuh
Menjelang akhir minggu pertama, suasana di asrama mulai hangat.
Kami sudah nggak canggung lagi. Setiap malam, sebelum tidur, aku dan teman sekamar sering cerita-cerita sambil ngemil mie instan diam-diam (karena nggak boleh sebenarnya, hehe).
Kami saling berbagi cerita tentang rumah, keluarga, dan alasan kenapa memutuskan belajar di MEC.
Ternyata banyak yang punya kisah perjuangan sendiri. Ada yang datang dengan biaya pas-pasan, ada yang nekat merantau jauh dari orang tua, bahkan ada yang dulu sempat gagal kuliah tapi nggak menyerah.
Dari situ aku belajar bahwa setiap orang di MEC punya semangat dan luka masing-masing tapi di sinilah, semuanya disatukan oleh satu kata: perjuangan.
Bangkit dari Keterpurukan
Perjuangan itu nggak langsung mudah. Aku pernah gagal presentasi, pernah salah jawab saat ujian, bahkan sempat berpikir buat menyerah.
Tapi setiap kali itu terjadi, aku selalu ingat tujuan awal aku ke MEC bukan buat jadi yang paling hebat, tapi buat jadi versi terbaik dari diriku sendiri.
Aku mulai rajin belajar. Kalau ada pelajaran yang sulit, aku tanya ke teman-teman. Salah satunya, Rian, teman sekelas yang sabar banget ngajarin aku Statistika.
Kami sering belajar bareng di perpustakaan sampai malam. Dari situ aku belajar bahwa kegigihan itu bukan tentang siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling mau bertahan.
Pelajaran Tentang Persahabatan
Di sisi lain, aku juga belajar banyak tentang hubungan dengan orang lain. Pernah suatu waktu aku cekcok sama Lisa, teman satu kelompokku.
Kami beda pendapat soal ide proyek. Aku keras kepala, dia juga sama. Akibatnya, suasana kelompok jadi tegang.
Tapi aku ingat nasihat Pak Budi:
“Hubungan itu seperti tanaman. Kalau tidak disiram dengan komunikasi, lama-lama akan layu.”
Akhirnya, aku ngajak Lisa ngobrol di kantin. Kami pesan kopi dan mulai ngobrol dari hati ke hati. Dari situ aku tahu, Lisa bukan marah, tapi tertekan karena tekanan dari keluarganya.
Setelah malam itu, kami baikan, bahkan jadi lebih dekat dari sebelumnya. Aku belajar, menurunkan ego bukan tanda kalah — itu tanda kedewasaan.
Momen Puncak: Ketika Usaha Tak Mengkhianati Hasil
Puncak pengalaman di MEC datang saat Festival Budaya Tahunan. Aku ditunjuk jadi koordinator acara teater.
Awalnya aku ragu aku yang dulu takut bicara di depan banyak orang, sekarang harus memimpin puluhan teman? Tapi aku putuskan buat terima tantangan itu.
Latihan kami penuh perjuangan. Kadang sampai tengah malam, bahkan sempat dimarahi penjaga asrama karena terlalu berisik. Tapi dari situ aku sadar, setiap usaha yang sungguh-sungguh pasti berbuah.
Malam penampilan tiba. Jantungku berdetak kencang. Lampu sorot menyala, tirai terbuka, dan penampilan dimulai. Semua kerja keras kami terbayar tepuk tangan penonton menggema, bahkan ada yang sampai menangis karena terharu.
Setelah acara, kami makan bareng di kantin, tertawa, nyanyi, dan saling peluk. Malam itu, aku menatap langit MEC sambil berkata dalam hati:
“Akhirnya, semua perjuangan ini nggak sia-sia.”
Refleksi: Arti Perjuangan yang Sebenarnya
Sekarang aku sudah di tahun terakhir di MEC. Kalau aku lihat ke belakang, perjalanan ini seperti roller coaster penuh naik turun, tawa dan tangis. Ada hari-hari di mana aku hampir menyerah, tapi selalu ada alasan untuk bangkit lagi.
Aku belajar bahwa kegagalan bukan akhir, tapi bagian dari proses menuju keberhasilan.
Aku juga belajar menghargai waktu, kerja keras, dan orang-orang di sekitarku. Setiap dosen, teman, dan pengalaman telah membentuk siapa aku hari ini.
Dan mungkin itulah inti dari Cerita Pengalaman Pribadi Rana bahwa setiap langkah kecil yang dilakukan dengan niat baik akan membawa perubahan besar dalam hidup.
Mimpi yang Terus Tumbuh
Saat menulis ini, aku sering bertanya ke diri sendiri: apa yang bikin aku bertahan sejauh ini?
Jawabannya sederhana, aku punya mimpi.
Aku ingin menjadi seseorang yang bisa membuat orang lain tersenyum, bukan cuma lewat candaan, tapi juga lewat karya dan usahaku sendiri.
Aku ingin membuka usaha kecil di bidang kuliner, mengajar anak-anak muda, dan terus mengasah kemampuan public speaking.
Teman-teman di MEC seperti Rian, Maya, dan Lisa sudah jadi bagian besar dari mimpi itu. Mereka bukan cuma teman, tapi keluarga yang tumbuh bersama dalam perjuangan.
Terima Kasih, MEC
MEC bukan sekadar tempat belajar, tapi tempat lahirnya jati diri. Dari kamar asrama yang kadang sunyi, hingga panggung festival yang riuh, setiap momen di sana telah menorehkan kisah yang nggak akan pernah aku lupakan.
Aku bersyukur pernah jadi bagian dari MEC. Di sini aku belajar arti tangguh, sabar, dan rendah hati. Dan kalau kamu yang baca ini juga sedang berjuang, aku cuma mau bilang:
Teruslah melangkah, meski perlahan. Karena setiap langkah kecil yang kamu ambil hari ini, bisa jadi awal dari perubahan besar di masa depan.
Cerita Pengalaman Pribadi Rana belum berakhir. Justru baru dimulai bersama mimpi, semangat, dan keyakinan bahwa segala perjuangan pasti berbuah indah pada waktunya.